Sidoarjo– TP PKK Kabupaten Sidoarjo dan UNICEF melakukan peluncuran program LiLA Keluarga sebagai bagian dari pemantauan dini status gizi anak. Program ini diharapkan akan menurunkan kasus Malnutrisi Energi Protein (MEP) atau yang disebut kurang gizi dan gizi buruk.
“Pengukuran lingkar lengan atas (LiLA) menggunakan Pita Lila merupakan strategi pemberdayaan masyarakat, dimana keluarga dan kader PKK dapat menjadi detektor pertama kejadian kasus kurang gizi akut balita di dalam keluarga. Sehingga jika keluarga bisa mendeteksi dini, konsekuensi serius akibat kekurangan gizi akut dapat dicegah”, ungkap Hj. Sa’adah Ahmad Muhdlor Ali (Ning Sasha) pada acara tersebut. Rabu, (8/6/2022) di Pendopo Delta Wibawa.
Ning Sasha juga menambahkan bahwa pengukuran LiLA dapat dilakukan dengan sangat mudah dan dapat dilakukan secara rutin oleh keluarga. “Pengukuran LiLA dilakukan dengan menggunakan pita dengan indikator warna merah, kuning, dan hijau—warna-warna ini menandakan risiko kurang gizi yang dialami anak. Warna merah menandai kondisi anak parah dan membutuhkan perawatan segera. Warna kuning berarti anak mengalami kurus akut, sementara warna hijau menandakan anak sehat”, ungkapnya.
Perempuan yang juga menjabat Ketua Dekranasda Sidoarjo itu menjelaskan, penggunaan LiLa keluarga pada Perwakilan PKK tingkat Desa, Kecamatan yang turut hadir dalam Launching Pelaksaaan Lila Keluarga. Sehingga, ia mengharapkan komitmen dari seluruh anggota TP PKK untuk memastikan bahwa keluarga bisa menjadi detektor dini, agar anak yang berisiko dapat mendapatkan perawatan sesuai dengan kebutuhannya.
Keterlambatan deteksi dini dapat dicegah dengan pengukuran secara rutin setiap bulan di Posyandu Hal ini merupakan bagian dari penanganan kasus gizi kurang dan gizi buruk atau wasting pada balita melalui kegiatan pengelolaan gizi buruk terintegrasi yang didukung oleh UNICEF bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur sejak tahun 2021.
Arie Rukmantara, Kepala Perwakilan UNICEF di Pulau Jawa Menyampaikan bahwa “Balita dengan kasus gizi kurang dan gizi buruk atau dikenal dengan istilah wasting mempunyai risiko 3 kali lipat untuk menjadi stunting”
Di Indonesia, lebih dari dua juta anak menderita kondisi sangat kurus, atau severe wasting yang merupakan bentuk gizi buruk yang paling berbahaya. Anak yang tidak mendapatkan perawatan berisiko mengalami konsekuensi berat, termasuk risiko kematian yang 12 kali lipat lebih tinggi karena sistem kekebalan tubuhnya terlalu lemah. Dalam jangka Panjang, pertumbuhan fisik dan perkembangan mental pun dapat terganggu.
Di Jawa Timur, prevalensi wasting adalah 6,2%, sedangkan di Kabupaten Sidoarjo, prevalensi wasting dari survey tahun 2021 adalah 5,4%, atau 1 dari 18 balita di Sidoarjo mengalami wasting. Dari jumlah tersebut diperkirakan sekitar 2,800 balita mengalami gizi buruk.
Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell telah mengingatkan kita semua bahwa dunia dengan cepat menjadi tempat (a virtual tinder box) dimana kematian anak yang dapat dicegah–anak yang menderita wasting.
“Maka dari itu, gizi dan kesehatan anak harus selalu menjadi prioritas kita bersama sehingga kita dapat memberikan dunia sebagai panggung kesempatan untuk balita dan anak kita tumbuh dan berkembang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya,” ungkap Arie dengan tegas. (GUS)