
Progres jatim.com,Sidoarjo, DPRD Kabupaten Sidoarjo akhirnya menolak sementara rencana pembongkaran tembok belakang Perumahan Mutiara Regency, yang selama ini sangat lama berkonflik dengan kawasan Mutiara City.
Keputusan itu diambil dalam rapat tertutup Komisi A DPRD Sidoarjo, bersama tim ahli tata ruang dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Kamis (30/10/2025).
Ketua DPRD Sidoarjo Abdillah Nasih menyampaikan langsung keputusan tersebut usai rapat. “Kami menolak sementara pembongkaran tembok pembatas perumahan Mutiara Regency, karena Pemkab Sidoarjo belum memiliki tata ruang yang jelas di kawasan itu,” tegasnya.
Menurut Abdillah, keputusan itu bukan bentuk keberpihakan pada salah satu pihak, melainkan langkah kehati-hatian agar tidak terjadi kekeliruan hukum dan tata ruang di kemudian hari.
“Kami tidak berpihak. Kasus ini membuka kotak pandora lemahnya sinkronisasi tata ruang di Sidoarjo. Dari hasil diskusi dengan tim ahli, banyak hal mendasar yang harus dibenahi,” ungkapnya dengan nada serius.
*Titik Lemah Tata Ruang Sidoarjo Mulai Terungkap*
Rapat tersebut menghadirkan Wakil Ketua DPRD Suyarno, anggota Komisi A Rizza Ali Faizin dan Emir Firdaus mewakili Komisi C, serta para ahli tata ruang Uniar Surabaya yang memberikan pandangan akademis objektif.
Hasil rapat menunjukkan, bahwa Sidoarjo belum memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Kota Sidoarjo, yang seharusnya menjadi dasar hukum dalam penentuan fungsi dan arah pengembangan wilayah.
Dalam pembahasan itu tersampaikan dalam forum, bahwa pembangunan akses jalan integrasi antarperumahan tanpa dasar RDTR berpotensi menimbulkan sengketa hukum dan sosial baru.
“Hasil rapat teman – teman DPRD adalah untuk tidak membuka jalan penghubung, tapi mengutamakan Pemkab dan DPRD melakukan mediasi kepada warga yang menolak dengn pengembang Mutiara City. Yang kedua, DPRD minta pemerintah (Pemkab. Sidoarjo) untuk justru yang paling penting adalah untuk melakukan kajian AMDAL Lalin yang baru, dan melakukan penyusunan RDTR di Kec. Sidoarjo Kota, dan ternyata belum ada RDTR-nya,” ungkap Nasih lagi.
Temuan itu menjadi alarm keras dn lecutan bagi pemerintah daerah, agar segera memperbaiki sistem tata ruang yang dinilai belum komprehensif dan adaptif terhadap pertumbuhan pesat perumahan terutama di wilayah kota Sidoarjo.
*Empat Rekomendasi Kunci DPRD*
Dalam rapat tersebut, DPRD Sidoarjo menetapkan empat rekomendasi strategis:
1. Fasilitasi mediasi antara warga Mutiara Regency yang menolak pembukaan jalan dengan pihak pengembang Mutiara City, agar tercapai solusi win-win tanpa gesekan sosial.
2. Pemkab Sidoarjo diminta segera menyusun kajian tata ruang baru, termasuk RDTR Kecamatan Kota Sidoarjo, sebagai dasar perencanaan dan legalitas pembangunan kawasan.
3. Pemerintah perlu menyiapkan alternatif jalur baru, seperti pelebaran Jalan Jati atau pembangunan jalan tembus baru untuk enam kompleks besar di wilayah tersebut.
4. DPRD menghormati penuh hak warga dan pengembang bila persoalan ini berlanjut ke ranah hukum.
“Sebelum RDTR rampung, kami minta pembongkaran tembok ditunda. DPRD ingin memastikan setiap langkah pembangunan di Sidoarjo berdiri di atas dasar hukum dan rencana ruang yang jelas,” tegas Nasih.
Dari konflik dua perumahan itu, kata cak Nasik, sapaan akrab Abdillah Nasih, sebegai momentum refleksi penting bagi Pemkab. Sidoarjo untuk segera membenahi tata ruang yang ada di Sidoarjo, dan g tidak boleh bersifat reaktif.
“Konflik itu telah membuka Kotak Pandora tentang lemahnya tata ruang di kab. Sidoarjo,” tandas Nasih.
“Konflik Mutiara Regency dan Mutiara City adalah cermin dari perencanaan yang tidak berlapis. Sidoarjo butuh pembenahan menyeluruh agar setiap pengembang tunduk pada RDTR dan Raperda tata ruang,” imbuh serius.
Data dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sidoarjo tahun 2024 mencatat, dari 18 kecamatan, hanya 7 yang telah memiliki RDTR aktif. Sisanya masih dalam proses kajian atau menunggu revisi dari Kementerian ATR/BPN.
Fakta ini menguatkan urgensi perbaikan tata ruang, terutama di wilayah perkotaan yang padat permukiman baru.
*Arah Baru Sidoarjo: Menata Ruang, Merajut Keadilan*
Rapat itu digelar setelah beberapa kali sidak (inspeksi mendadak) dilakukan di lokasi kejadian pada pertengahan Oktober 2025.
Peserta rapat
Dalam rapat tersebut, Komisi A mengundang pakar tata ruang dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) untuk dimintai pendapatnya terkait permasalahan ini.
Sedangkan tujuan dan hasil rapat itu menurut parlemen terkait:
1. Mencari solusi adil. Rapat bertujuan untuk mencari solusi yang adil bagi semua pihak, baik warga Mutiara Regency yang menolak pembongkaran maupun pengembang Mutiara City yang berencana membuka akses jalan.
2. Menunggu keputusan Pemkab. DPRD Sidoarjo menyatakan bahwa keputusan akhir mengenai pembongkaran tembok masih menunggu rapat lanjutan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo yang akan dipimpin oleh Wakil Bupati Mimik Idayana.
3. Tidak ingin disalahkan. Dinas Perumahan, Permukiman, Cipta Karya, dan Tata Ruang (P2CKTR) Sidoarjo juga terlibat dan menyatakan akan bertindak sesuai hasil rapat Pemkab, agar tidak disalahkan karena membiarkan polemik ini berlarut-larut.
Latar belakang polemik
Polemik ini muncul, karena rencana pembongkaran tembok yang sudah ada sejak lama, yang ditentang oleh warga Mutiara Regency.
Sementara itu, pihak pengembang Mutiara City berencana menjadikannya akses jalan tembus yang menghubungkan kedua perumahan itu.
Permasalahan ini semakin rumit, karena dugaan adanya kejanggalan dalam proses perizinan, termasuk penggunaan Tanah Kas Desa (TKD) Banjarbendo dan dugaan keterlibatan pemerintah pusat.
Pada 20 Oktober 2025, Kepala Dinas Perkim Sidoarjo dan PT Purnama Indo Investama (pengembang Mutiara City) dilaporkan ke Kejaksaan Negeri terkait kasus ini. Warga Mutiara Regency juga sebelumnya telah mengadu ke Wakil Bupati Sidoarjo Mimik Idayana, pada 10 Oktober 2025.
Penolakan sementara pembongkaran tembok bukanlah akhir, melainkan awal perubahan. Dengan melibatkan tim ahli akademisi, DPRD, dan masyarakat, Sidoarjo diharapkan mampu melahirkan peta ruang yang berpihak pada publik dan berkelanjutan.(GUS)





